Ibu…sy ingin bercerita….
Jadi bgni… sebetulnya… keadaan
rumah tangga kami… memang betul…
sudah terbuka….
Istri pertama, mertua beserta sebagian
keluarga besar sudah saling tahu… sudah berkunjung…
bahkan mertua sering inap di tempat kami.
Nah… tetapi… sy bingung…
Dr pihak istri 1, sy tdk boleh percaya
Sepenuhnya dengan suami.
Dr suami sy tdk boleh percaya spenuhnya dg istri
Dan… dr pihak keluarga suami/
Sodara/mama nya… meminta sy utk tutup mulut…
Jgn blg ke istri pertama, kalo hubungan kami
(Saya, mertua dan keluarga/
Sodara suami) saling kenal
Dekat… hubungan baik… sudah
Berkunjung…sudah inap dsni.
Tp sy percaya sepandai2 nya tupai melompat
pasti akan terjatuh jg
Lalu sy harus gmn ya bu… percaya
Siapa… dan harus dipihak mana…?
Krn sebetul nya memang istri 1,
Sering buat saya sakit hati/cemburu
Dll… pkonya ada saja hal2 yang bikin
Supaya sy sakit hati.
Tp dr pihak suami/
Keluarga… nasehatin sy… jgn
Kemakan omongan **** (nama istri pertama)…
Dia sengaja…
Lalu di sisi lain… sy sudah menutupi
Kebenaran krn adanya hubungan
Baik antara sy n keluarga suami
Bla… bla… bla…
Dan sy harus gmn.
Ini cerita sedih seorang perempuan. Tulisan di atas merupakan chat WA yang ditujukan kepada saya. Saya mengenal perempuan ini beberapa tahun yang lalu. Awalnya saya tidak tahu tentang cerita hidupnya. Saya mengetahui justru dari suami saya. Perempuan ini masih muda dengan 3 orang anak yang masih kecil-kecil. Awal memulai hubungan dengan suaminya yang sekarang ini ia mengatakan bahwa ia tidak tahu bahwa ternyata suaminya sudah mempunyai istri dengan 3 orang anak. Baru setelah menikah beberapa tahun kemudian ia baru tahu kenyataan itu. Ia coba bertahan dengan pernikahan mereka sampai kemudian mereka memiliki anak.
Bukannya tidak pernah dia meminta kepada suaminya untuk memutuskan hubungan mereka karena rasa bersalah, rasa berdosa. Akan tetapi suaminya menolak untuk itu. Mereka menjalani hubungan yang demikian sekian lama tanpa diketahui istri pertama, orangtua, mertua, dan bahkan banyak teman mereka. Hubungan mereka tentunya tidak berjalan baik-baik saja (dosa selalu ada konsekuensinya), pertengkaran diantara mereka, ketidakadilan yang dirasakan perempuan ini sebagai istri kedua, kecemburuan, amarah, sikap kekanakan-kanakan, rasa malu dan takut hubungan mereka diketahui, ketertekanan, kebutuhan anak-anak, keuangan yang terbagi (suaminya seorang pimpinan di satu perusahaan). Istri dan anak-anaknya harus hidup sederhana, tinggal di rumah kontrakan kecil di daerah “tersembunyi”.
Ini kali kesekian, perempuan ini menceritakan kesedihan, masalahnya serta bertanya: “Ibu, saya harus bagaimana?”
Perempuan-perempuan yang membaca cerita ini mungkin sama seperti saya mencoba memahami seberapa berat beban masalah yang dihadapi perempuan ini. Saya belajar untuk tidak menghakimi dengan berkata dan berpikir: “Salah sendiri… ya itulah akibatnya jadi istri kedua”. Sejujurnya saya tahu bahwa terlepas apakah dia jujur mengatakan bahwa sebelum menikah ia tidak tahu bahwa suaminya sudah mempunyai istri, saya mengatakan kepadanya: “Ibu sudah salah, Ibu sudah melakukan dosa. Apa yang Ibu alami selama ini dan sampai sekarang ini adalah konsekuensi dari perbuatan Ibu dan suami”. Maka hal pertama yang harus Ibu lakukan adalah Ibu harus mengakui dosa Ibu di hadapan Tuhan. Sungguh-sungguh terbuka mengakui kesalahan Ibu. Dan yang kedua Ibu harus percaya jika Ibu sungguh-sungguh mengakui dosa Ibu seluruhnya, maka Tuhan pasti akan mengampuni Ibu sepenuhnya. Tuhan tidak pernah menolak orang yang datang kepada-Nya. Tangan dan hati-Nya terbuka, Ia sangat mengasihi Ibu meskipun Dia tahu sebesar apa dosa Ibu. Kalau Ibu percaya pengampunan Tuhan sempurna maka jalani saja pernikahan Ibu sekarang tanpa harus malu dan terus merasa terhakimi, karena Tuhan sudah mengampuni Ibu. Doakan supaya suami juga mau melakukan hal yang sama, percaya pengampunan Tuhan dan menerima tanpa rasa malu dan terhakimi pernikahan kalian supaya nanti pada akhirnya bersama dengan kerendahan hati berdoa meminta jalan keluar berhubungan dengan kejujuran dengan istri pertama, orangtua, keluarga, teman, dan semua orang. Ibu harus berusaha tetap melakukan apa yang benar, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, Ibu harus belajar taati Tuhan, supaya Tuhan menolong Ibu bersama suami dapat menyelesaikan masalah kalian dan terlepas sungguh-sungguh dari rasa bersalah dan diberkati Tuhan.”
Dan puji Tuhan, saat ini keluarga ini sudah terbuka, perempuan ini sudah bertemu dengan mertuanya, dan bahkan dengan istri pertama serta anak-anaknya serta keluarga lainnya. Mereka sudah dimampukan untuk saling menerima kendati ada hal-hal lainnya masih dalam proses. Tidak akan dengan mudah memang pemulihan terjadi akan tetapi itu sudah di mulai.
Setelah hal ini terjadipun masalah tidak langsung hilang begitu saja, masih saja beberapa kali pertanyaan perempuan ini kepada saya di chat WA: “Ibu, saya harus bagaimana? Jawab saya: “Percayalah kepada Tuhan, percayakan hidupmu kepada Tuhan, semakin banyaklah Ibu berbicara kepada Tuhan, dan belajarlah untuk lebih banyak Ibu mendengar suara Tuhan, dan apa yang Dia mau Ibu lakukan…belajarlah untuk taat. Dia yang akan memberi Ibu kebijaksanaan untuk menghadapi setiap masalah Ibu.
Hmmmm… Perempuan-perempuan bijak, penyesalan selalu datang terlambat, kesedihan tidak akan bisa menghapusnya. Satu hal yang harus selalu kita ingat “Jangan salah memilih jalanmu”. Supaya tidak banyak kesalahan jalan yang kita pilih, supaya tidak banyak penyesalan dan kesedihan, bersahabatlah dengan Tuhan, Ia yang akan pimpin jalan-
0 comments:
Posting Komentar